Produser: Frederica
Studio: Drama, Action
Sutradara: Endri Pelita Dharma Kesuma
Skenario: Titien Wattimena
Pemain: Arifin Putra, Abimana Aryasatya, Ge Pamungkas, Chico Jericho, Tatjana Saphira
Film Rilis: 23 Desember 2015
Negara: Indonesia
Bahasa: Indonesia
Rating: Dewasa (D17+)
Bintang: 3/5
Ini adalah kisah tentang perjalanan lima sahabat, memaknai hidup, cita-cita, perjuangan dan cinta, di negeri yang jauh dari asal mereka. Perjalanan yang membawa seorang perempuan bernama Lintang ke hari ini. Satu hari sebelum pernikahannya. Hari di mana semua ingatan itu kembali. Tentang sahabat-sahabatnya: Daus, Banjar, Wicak, dan Geri. Bersama-sama mereka telah melewati pendidikan strata dua di Belanda. Walaupun kuliah di kota-kota yang berbeda: Leiden, Utrecht, Rotterdam, Wageningen dan Den Haag, persahabatan mempersatukan mereka, dan membuat mereka bisa bertahan di negeri yang jauh dari Indonesia itu.Kebersamaan mereka kemudian membawa Lintang pada cinta. Cinta yang kemudian bertepuk sebelah tangan karena alasan yang tak seorang pun dari mereka pernah menduga.
Kebersamaan itu juga yang membawa mereka ke Praha dan di Praha kemudian masalah terbesar mereka yang selama ini terpendam di antara mereka, muncul ke permukaan. Permasalahan yang mengatasnamakan… cinta.
Dan hari ini… Lintang akan menikah…
Dengan salah satu dari mereka.
Awal mula munculnya keinginan untuk menonton film ini adalah karena aku telah membaca novelnya yang juga telah aku review di link ini https://www.aninditaayu.com/review-film-negeri-van-oranje-the-movie/. Aku berhasil disuguhi jalan cerita yang apik oleh novelnya. Namun apakah dengan adanya ekspektasi tinggi ini, berhasil membuat Negeri Van Oranje menjadi salah satu film yang layak ditunggu?
Kisah dimulai dengan adegan Lintang dan sang mama yang sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya, tapi masih dengan pasangannya yang dirahasiakan. Pasangannya yang tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu dari empat sahabatnya: Wicak, Geri, Daus dan Banjar.
Lalu adegan kembali mundur ke saat-saat mereka berlima berlibur. Di Praha saat mereka berlibur inilah, konflik terjadi. Lintang merasa kecewa dengan keempat sahabatnya. Bintang memutuskan untuk pergi, sehingga membuat cemas yang lainnya.
Adegan kembali mundur ke saat-saat AAGABAN–nama kelima sahabat ini– bertemu untuk pertama kalinya. Gara-gara rokok, kelimanya menjadi sahabat erat. Tak peduli dengan latar keluarga, pekerjaan sebelumnya, tujuan mereka melanjutkan kuliah di Belanda, serta kota tempat mereka menuntut ilmu yang berbeda.
Hubungan mereka semakin dekat, hingga tanpa disadari keempat pria AAGABAN memendam perasaan kepada satu-satunya wanita di kelompok itu. Begitu juga dengan Lintang. Semakin lama, ia semakin menyukai Geri.
See? Warna-warnanya mencolok banget >.< |
Sebenarnya satu hal yang membuat aku ngebet untuk nonton film ini adalah di novelnya diceritakan mengenai kegiatan backpacking yang mereka lakukan. Terdapat perbedaan dari cerita di novel dan cerita di film. Di novel, personel AAGABAN yang pergi backpacking cuma Lintang, Banjar, Daus, dan Wicak, minus Geri. Sedangkan di filmnya, diceritakan Geri ikut dengan liburan mereka. Namun, seperti tidak ada esensi backpacking yang mereka lakukan. Padahal di novelnya kegiatan backpacking ini menyita belasan halaman. Sedangkan di filmnya, mereka seperti berlibur dengan mewah, itu juga cuma berfokus pada keindahan beberapa tempat, itu juga hanya sekilas diperlihatkan. Padahal mereka berempat, kecuali Geri tentu saja, adalah mahasiswa yang harus berhemat demi perjalanan ini.
Suatu hari nanti harus ke sini! |
Versi lengkap pemain Negeri Van Oranje |
Pun tidak ada pengeksploran kegiatan mereka berkuliah di sana. Tidak ada penggambaran bagaimana susahnya kuliah jauh dari tanah air. Tidak ada penggambaran bagaimana perjuangan mereka demi mampu bertahan jauh di negeri orang. Seperti Banjar misalnya, yang di novelnya digambarkan susah payah bekerja sebagai pelayan di restoran makanan Indonesia, di filmnya hanya disinggung sedikit.
Juga Lintang yang di novelnya digambarkan tinggal di tempat yang biasa-biasa saja demi menghemat, di filmnya malah tidak seperti itu. Pada saat liburan mereka pun, di mana seharusnya Geri tidak ikut, namun karena adegan liburan ini dijadikan adegan pembuka, sehingga mau tidak mau Geri harus diikut sertakan juga.
Pada novel Negeri Van Oranje ini, banyak cerita koplak mereka. Seperti Banjar yang memakai baju putri pada saat parade gay, celotehan jayusnya Daus, dan banyak contoh lainnya. Pada filmnya, aku tidak menemukan adegan-adegan tersebut. Mungkin memang karena novelnya sendiri tebalnya lebih dari empat ratus halaman, sehingga banyak sekali adegan yang harus dipangkas. Namun, adegan mereka berlima menyanyikan lagi Tak Gendong-nya mbah Surip pun dipersingkat sehingga lucunya itu terasa tanggung. Juga adegan kedatangan Mas Tyas yang seharusnya mampu menghadirkan tawa selain perasaan kesal, hanya mampu membuatku bergumam, “Oh cuma segini, ga kayak di novelnya? -.-”
Tapi, satu hal yang sudah aku kemukakan di atas, film ini penuh warna. Apalagi saat mereka pergi melihat festival bunga. Benar-benar waaaaaaaah! Inilah yang menjadi daya tarik film ini, selain lokasi tentu saja. Untuk lokasi, tanpa harus bersusah payah, Belanda menjadi destinasi yang pas.
Ini kebun tulip jangan sampe ketauan di mana lokasinya sama anak alay, ntar rusak XP |
AAAAAAA, harus ke sini pokoknya! |
“Persahabatan ada ketika kita berbagi kebahagiaan, kesedihan dan kegilaan dengan orang yang sama.”
Overall, untuk filmnya aku berikan tiga bintang. Bukan, bukan berarti aku tidak suka dengan filmnya. Namun dengan adegan backpacking yang kurang sesuai dengan ekspektasi dan juga banyaknya sesuatu yang hilang dari novelnya, mengurangi satu bintang dari. Film ini bagus kok, apalagi yang membutuhkan motivasi untuk jalan-jalan dan melanjutkan kuliah ke Belanda. Tiga bintang untuk Negeri Van Oranje… ^^
Trackbacks/Pingbacks