Hingga hari ini aku merasa ia masih di sana. Di tempat duduknya yang biasa. Bersandar di kursi berhadapan dengan meja merah panjang tempatnya meletakkan segala macam barang. Kedua sudut bibirnya terangkat simetris menghadap ke arahku, berlatar semburat langit sore berwarna oranye cemerlang. Tersenyum simpul, khasnya yang lelah setelah bekerja sejak pagi menjelang. selamat hari ayah
Dari senyum itu pula, selalu ada hangat kurasa. Bahwa saat itu aku merasakan pulang yang sesungguhnya. Bukan sekadar tempat persinggahan belaka, namun rumah yang menerimaku setelah badai meluluhlantakkan jiwa dan raga. Meski hujan badai menghancurkan dunia.
Dengannya aku menemukan makna sejati dari kembali. Tanpa peduli ke manapun aku pergi, ialah rumahku selama ini.
Pakaian yang dikenakannya pun mungkin tak lagi rapi seperti sebelum ia pergi. Terkadang bahkan tersirat jejak keringat di bajunya seluruh sisi. Keningnya pun terkadang mengernyit, bisa jadi memikirkan kami, atau bahkan esok hari.
Ya, aku tahu memang bebannya masih sangat berat. Harus mengurusi adek-adek yang masih bersekolah, belum lagi mengurusi orang-orang, harus menyelesaikan tugas ini dan itu meski penat.
Namun dengan lelahnya itu, ia masih sanggup tersenyum meski berkali-kali dunia tak berpihak padanya. Ia masih bisa menikmati hidup dengan caranya sendiri, menertawakan kehidupan, bersyukur dengan keadaan. Meski takdir mencemooh, tapi ia tahu, di penghujung hari ada kami yang menunggu. Ada kami yang selalu melihatnya untuk dijadikan contoh.
Kegigihan, kerja keras, kebaikan hati; itulah hal-hal yang selalu mengingatkanku padanya. selamat hari ayah
Tak peduli rambut putih telah muncul malu-malu di sela rambut hitamnya, kulitnya semakin terbakar sang surya, punggungnya tak setegap biasa, badannya yang mulai ringkih ditelan usia. Kendati langkahnya mulai lama, keluh kesahnya keluar saat lelah melanda.
Yang kupatri dalam ingatanku, ia akan selalu sama. Sama seperti keyakinannya bahwa esok hari semua akan baik-baik saja. Tidak peduli apa. Walau semua hal buruk menimpa, matahari akan kembali bersinar ceria.
Bahkan bila akhirnya kini kehadirannya tak lagi di sini, ia akan tetap ada di hati.
Selamat hari ayah, Ayah. Izinkan aku mengatakan bahwa aku rindu. Rindu padamu, selalu.
-Sebuah catatan pendek yang menyeruak, memberontak, meminta untuk dituliskan. Meski aku tahu, ia tak akan pernah bisa membacanya. Selamat hari ayah untuk semua ayah dan calon ayah hebat di luar sana.-
12 November 2019, Anindita Ayu
Trackbacks/Pingbacks